Apakah Penelitian Korelasional itu?
Tujuan penelitian korelasional adalah untuk memahami hubungan antar sifat/karakteristik orang atau entitas lainnya. Contoh rumusan masalah atau pertanyaan penelitian dalam penelitian korelasional antara lain; “Bagaimana hubungan antara latar belakang kultural dengan penggunaan strategi komunikasi tertentu?” “Bagaimana hubungan antara kompetensi sintaksis dan kompetensi sosiopragmatik?” “Bagaimana hubungan antara kecemasan dan kualitas tulisan dalam bahasa kedua?” Masing-masing pertanyaan penelitian di atas berkaitan dengan hubungan antara dua karakteristik atau variabel.
Variabel adalah “karakteristik tertentu yang berbeda-beda; sedikitnya memiliki dua nilai, dan bisanya lebih” (Smith & Glass, 1987, hlm. 12). Marilah kita mencoba melihat contoh berikut. Kecemasan dalam menulis dalam bahasa kedua adalah variabel karena tingkat kecemasan itu berbeda-beda di kalangan siswa. Ada siswa yang lebih cemas dibandingkan dengan siswa lain ketika mencoba untuk menulis paper atau makalah dalam bahasa kedua. Untuk mengukur tingkat kecemasan yang dialami siswa, mereka diberi semacam tes yang mengukur kecemasan menulis. Skor mereka mungkin akan bervariasi dari 1 sampai dengan 10. Skor-skor dalam variabel kecemasan menulis tersebut merupakan indikator yang dianggap mewakili konstruk atau trait kecemasan yang sebenarnya. Yang dimaksud konstruk atau trait adalah konsep atau ide abstrak mengenai beberapa kualitas dari seorang individu (Smith & Glass, 1987, hlm. 7; Borg, 1987, hlm. 120). Suatu konstruk hipotetis tidak bisa diobservasi atau diukur secara langsung. Oleh karena itu, peneliti menjabarkan konstruk itu dalam bentuk operasional yang bisa diukur, seperti tertuang dalam jawaban-jawaban siswa terhadap seperangkat pertanyaan yang mengukur kecemasan dalam menulis.
Variabel-variabel lain yang penting dalam penelitian bahasa kedua adalah kecakapan berbahasa, motivasi, latar belakang kultural dan linguistik, dan sejumlah karakteristik siswa yang lain.Variabel juga bisa berupa karakteristik guru seperti pengalaman atau kemampuan bahasanya. Variabel juga bisa berupa karakteristik kelas seperti komposisi etnis, ukuran kelas, atau juga bisa berupa karakteristik satuan atau entitas lainnya seperti Perguruan Tinggi, sekolah atau program. Banyak penelitian bahasa kedua yang melibatkan variabel-variabel linguistik seperti penggunaan tipe/ciri-ciri wacana tertentu, tindak ujaran atau struktur gramatikal. Melalui penggunaan teknik-teknik korelasional, peneliti berusaha untuk mempelajari bagaimana variabel-variabel tersebut diukur dan berkaitan satu sama lain.
Penelitian korelasional sering dibedakan dari penelitian kausalitas seperti penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen, peneliti mencoba untuk menentukan bahwa satu variabel tertentu menjadi penyebab dari variabel lainnya. Sementara, dalam penelitian korelasional peneliti tidak membuat suatu klaim kausalitas. Dalam penelitian korelasional, peneliti mengajukan bentuk rumusan masalah seperti; “Bagaimana hubungan antara kepercayaan diri dan kecakapan/kemahiran oral bahasa kedua?” tidak dalam bentuk “Apakah kepercayaan diri menyebabkan tingginya tingkat kemahiran oral bahasa kedua?” Peneliti bisa juga mengajukan pertanyaan seperti; “Bagaimana hubungan antara pengetahuan eksplisit tentang bentuk-bentuk retorik dengan pemahaman bacaan (reading comprehension) dalam bahasa kedua?” dan bukan dalam bentuk pertanyaan eksperimental seperti; “Apakah pengetahuan tentang bentuk-bentuk retorik menyebabkan pemahaman bacaan yang lebih baik?”
Bagaimana Anda melakukan penelitian korelasional? Marilah kita perhatikan suatu contoh hipotetis. Anda mungkin ingin mengetahui apakah semakin sering guru bahasa kedua memberikan feedback atau umpan balik kepada siswa, maka semakin meningkat pula kemahiran berbahasa siswa. Untuk menguji pertanyaan penelitian tersebut, Anda harus mendapatkan “hasil pengukuran” dari sejumlah feedback yang diterima masing-masing siswa dan “hasil pengukuran” tentang perkembangan kemahiran siswa dalam berbahasa kedua. Selanjutnya Anda akan menentukan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa dengan cara menghitung koefisien korelasinya. Koefisien korelasi adalah angka atau bilangan yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Bilangan tersebut juga menunjukkan arah korelasi (apakah positif atau negatif) dan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa. Karena pertanyaan atau rumusan masalah yang diajukan dalam bentuk hubungan atau relationship, maka jawaban yang diberikan juga merupakan suatu hubungan atau relationship. Hubungan itulah yang disebut korelasi.
Satu contoh penelitian nyata yang dilakukan oleh Krashen (1985) tentang teori input bisa memberikan gambaran tentang teknik-teknik korelasi yang sering digunakan. Polak dan Krashen (1988) tertarik pada apakah ada korelasi antara kompetensi mengeja bahasa Inggris dengan kesukaan membaca bahasa Inggris di kalangan siswa Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Kedua (BISBK) di SMU Polak. Dengan menggunakan korelasi, kedua peneliti menguji hubungan antara dua variabel; (1) keakuratan mengeja (yang diukur dengan menggunakan teknik dictation atau imla’); dan (2) kesukaan membaca (yang diukur dengan menggunakan angket pendek). Mereka menemukan korelasi positif yang menunjukkan bahwa, dengan mengabaikan bahasa pertama mereka, tiga kelompok mahasiswa yang diteliti yang sering membaca secara bebas, melakukan kesalahan kecil dalam mengeja bahasa kedua. Setelah memperingatkan pembaca bahwa kausalitas tidak bisa dijelaskan, kedua peneliti menyimpulkan; “Hasil penelitian kami menegaskan bahwa kesukaan membaca akan membantu pengejaan yang benar, oleh karena itu, para mahasiswa perlu didorong untuk merasa senang membaca dengan cara mereka sendiri. Disamping mengeja, ada bukti yang kuat bahwa kesukaan membaca bisa meningkatkan kemahiran berbagai aspek kebahasaan yang lain yang meliputi kemampuan membaca, kosa kata, tata bahasa dan gaya penulisan” (Polak & Krashen, 1988, hlm. 145). Sebenarnya, penelitian tersebut tidak menunjukkan bahwa kesukaan membaca “menyebabkan” atau “membantu” kebenaran mengeja, tetapi hanya menggambarkan bahwa ada hubungan di antara dua variabel yang diteliti tersebut. Ini berarti bahwa ada faktor-faktor lain yang menyebabkan atau membantu keakuratan mengeja. Contoh penelitian ini menggambarkan salah satu cara penggunaan metode korelasional dalam menjelaskan hubungan antara dua variabel dari beberapa kelompok mahasiswa.
Kriteria untuk Menganalisis Penelitian Korelasional
Dalam memahami dan mengevaluasi penelitian yang menggunakan tekni-teknik korelasi, Anda harus berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. Mempertimbangkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu Anda dalam memahami penelitian yang dilakukan, membantu Anda menilai hasil-hasil penelitian, dan juga dapat membantu Anda memperoleh pemahaman terhadap aspek-aspek penelitian yang variatif.
1. Persoalan apakah yang menjadi objek penelitian?
2. Dalam kontek apakah penelitian itu dilakukan?
3. Orientasi-orientasi teoritik apakah yang digunakan oleh para peneliti?
4. Siapa sajakah subjek atau partsipan dalam penelitian? Berapa dan bagaimana mereka diteliti? Karakteristik apa yang relevan bagi mereka?
5. Variabel-variabel apakah yang diteliti? Bagaimana variabel-variabel itu didefinisikan dan diukur? Bagaimana kelayakan (validitas dan reliabilitas) alat ukurnya?
6. Analis korelasi apakah yang dilakukan dan bagaimana hasilnya?
7. Kesimpulan-kesimpulan apa yang dapat diambil? Apakah generalisai yang dilakukan sudah tepat?
8. Apa kontribusi yang diberikan penelitian bagi pengetahuan kita terhadap faktor sosial dan faktor kontekstual dalam pembelajaran bahasa kedua?
9. Apa implikasi-implikasi hasil penelitian bagi pembelajaran bahasa kedua dalam berbagai konteks formal?
Tujuan penelitian korelasional adalah untuk memahami hubungan antar sifat/karakteristik orang atau entitas lainnya. Contoh rumusan masalah atau pertanyaan penelitian dalam penelitian korelasional antara lain; “Bagaimana hubungan antara latar belakang kultural dengan penggunaan strategi komunikasi tertentu?” “Bagaimana hubungan antara kompetensi sintaksis dan kompetensi sosiopragmatik?” “Bagaimana hubungan antara kecemasan dan kualitas tulisan dalam bahasa kedua?” Masing-masing pertanyaan penelitian di atas berkaitan dengan hubungan antara dua karakteristik atau variabel.
Variabel adalah “karakteristik tertentu yang berbeda-beda; sedikitnya memiliki dua nilai, dan bisanya lebih” (Smith & Glass, 1987, hlm. 12). Marilah kita mencoba melihat contoh berikut. Kecemasan dalam menulis dalam bahasa kedua adalah variabel karena tingkat kecemasan itu berbeda-beda di kalangan siswa. Ada siswa yang lebih cemas dibandingkan dengan siswa lain ketika mencoba untuk menulis paper atau makalah dalam bahasa kedua. Untuk mengukur tingkat kecemasan yang dialami siswa, mereka diberi semacam tes yang mengukur kecemasan menulis. Skor mereka mungkin akan bervariasi dari 1 sampai dengan 10. Skor-skor dalam variabel kecemasan menulis tersebut merupakan indikator yang dianggap mewakili konstruk atau trait kecemasan yang sebenarnya. Yang dimaksud konstruk atau trait adalah konsep atau ide abstrak mengenai beberapa kualitas dari seorang individu (Smith & Glass, 1987, hlm. 7; Borg, 1987, hlm. 120). Suatu konstruk hipotetis tidak bisa diobservasi atau diukur secara langsung. Oleh karena itu, peneliti menjabarkan konstruk itu dalam bentuk operasional yang bisa diukur, seperti tertuang dalam jawaban-jawaban siswa terhadap seperangkat pertanyaan yang mengukur kecemasan dalam menulis.
Variabel-variabel lain yang penting dalam penelitian bahasa kedua adalah kecakapan berbahasa, motivasi, latar belakang kultural dan linguistik, dan sejumlah karakteristik siswa yang lain.Variabel juga bisa berupa karakteristik guru seperti pengalaman atau kemampuan bahasanya. Variabel juga bisa berupa karakteristik kelas seperti komposisi etnis, ukuran kelas, atau juga bisa berupa karakteristik satuan atau entitas lainnya seperti Perguruan Tinggi, sekolah atau program. Banyak penelitian bahasa kedua yang melibatkan variabel-variabel linguistik seperti penggunaan tipe/ciri-ciri wacana tertentu, tindak ujaran atau struktur gramatikal. Melalui penggunaan teknik-teknik korelasional, peneliti berusaha untuk mempelajari bagaimana variabel-variabel tersebut diukur dan berkaitan satu sama lain.
Penelitian korelasional sering dibedakan dari penelitian kausalitas seperti penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen, peneliti mencoba untuk menentukan bahwa satu variabel tertentu menjadi penyebab dari variabel lainnya. Sementara, dalam penelitian korelasional peneliti tidak membuat suatu klaim kausalitas. Dalam penelitian korelasional, peneliti mengajukan bentuk rumusan masalah seperti; “Bagaimana hubungan antara kepercayaan diri dan kecakapan/kemahiran oral bahasa kedua?” tidak dalam bentuk “Apakah kepercayaan diri menyebabkan tingginya tingkat kemahiran oral bahasa kedua?” Peneliti bisa juga mengajukan pertanyaan seperti; “Bagaimana hubungan antara pengetahuan eksplisit tentang bentuk-bentuk retorik dengan pemahaman bacaan (reading comprehension) dalam bahasa kedua?” dan bukan dalam bentuk pertanyaan eksperimental seperti; “Apakah pengetahuan tentang bentuk-bentuk retorik menyebabkan pemahaman bacaan yang lebih baik?”
Bagaimana Anda melakukan penelitian korelasional? Marilah kita perhatikan suatu contoh hipotetis. Anda mungkin ingin mengetahui apakah semakin sering guru bahasa kedua memberikan feedback atau umpan balik kepada siswa, maka semakin meningkat pula kemahiran berbahasa siswa. Untuk menguji pertanyaan penelitian tersebut, Anda harus mendapatkan “hasil pengukuran” dari sejumlah feedback yang diterima masing-masing siswa dan “hasil pengukuran” tentang perkembangan kemahiran siswa dalam berbahasa kedua. Selanjutnya Anda akan menentukan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa dengan cara menghitung koefisien korelasinya. Koefisien korelasi adalah angka atau bilangan yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Bilangan tersebut juga menunjukkan arah korelasi (apakah positif atau negatif) dan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa. Karena pertanyaan atau rumusan masalah yang diajukan dalam bentuk hubungan atau relationship, maka jawaban yang diberikan juga merupakan suatu hubungan atau relationship. Hubungan itulah yang disebut korelasi.
Satu contoh penelitian nyata yang dilakukan oleh Krashen (1985) tentang teori input bisa memberikan gambaran tentang teknik-teknik korelasi yang sering digunakan. Polak dan Krashen (1988) tertarik pada apakah ada korelasi antara kompetensi mengeja bahasa Inggris dengan kesukaan membaca bahasa Inggris di kalangan siswa Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Kedua (BISBK) di SMU Polak. Dengan menggunakan korelasi, kedua peneliti menguji hubungan antara dua variabel; (1) keakuratan mengeja (yang diukur dengan menggunakan teknik dictation atau imla’); dan (2) kesukaan membaca (yang diukur dengan menggunakan angket pendek). Mereka menemukan korelasi positif yang menunjukkan bahwa, dengan mengabaikan bahasa pertama mereka, tiga kelompok mahasiswa yang diteliti yang sering membaca secara bebas, melakukan kesalahan kecil dalam mengeja bahasa kedua. Setelah memperingatkan pembaca bahwa kausalitas tidak bisa dijelaskan, kedua peneliti menyimpulkan; “Hasil penelitian kami menegaskan bahwa kesukaan membaca akan membantu pengejaan yang benar, oleh karena itu, para mahasiswa perlu didorong untuk merasa senang membaca dengan cara mereka sendiri. Disamping mengeja, ada bukti yang kuat bahwa kesukaan membaca bisa meningkatkan kemahiran berbagai aspek kebahasaan yang lain yang meliputi kemampuan membaca, kosa kata, tata bahasa dan gaya penulisan” (Polak & Krashen, 1988, hlm. 145). Sebenarnya, penelitian tersebut tidak menunjukkan bahwa kesukaan membaca “menyebabkan” atau “membantu” kebenaran mengeja, tetapi hanya menggambarkan bahwa ada hubungan di antara dua variabel yang diteliti tersebut. Ini berarti bahwa ada faktor-faktor lain yang menyebabkan atau membantu keakuratan mengeja. Contoh penelitian ini menggambarkan salah satu cara penggunaan metode korelasional dalam menjelaskan hubungan antara dua variabel dari beberapa kelompok mahasiswa.
Kriteria untuk Menganalisis Penelitian Korelasional
Dalam memahami dan mengevaluasi penelitian yang menggunakan tekni-teknik korelasi, Anda harus berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. Mempertimbangkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu Anda dalam memahami penelitian yang dilakukan, membantu Anda menilai hasil-hasil penelitian, dan juga dapat membantu Anda memperoleh pemahaman terhadap aspek-aspek penelitian yang variatif.
1. Persoalan apakah yang menjadi objek penelitian?
2. Dalam kontek apakah penelitian itu dilakukan?
3. Orientasi-orientasi teoritik apakah yang digunakan oleh para peneliti?
4. Siapa sajakah subjek atau partsipan dalam penelitian? Berapa dan bagaimana mereka diteliti? Karakteristik apa yang relevan bagi mereka?
5. Variabel-variabel apakah yang diteliti? Bagaimana variabel-variabel itu didefinisikan dan diukur? Bagaimana kelayakan (validitas dan reliabilitas) alat ukurnya?
6. Analis korelasi apakah yang dilakukan dan bagaimana hasilnya?
7. Kesimpulan-kesimpulan apa yang dapat diambil? Apakah generalisai yang dilakukan sudah tepat?
8. Apa kontribusi yang diberikan penelitian bagi pengetahuan kita terhadap faktor sosial dan faktor kontekstual dalam pembelajaran bahasa kedua?
9. Apa implikasi-implikasi hasil penelitian bagi pembelajaran bahasa kedua dalam berbagai konteks formal?