-->

Monday, May 18, 2009

DIRGAHAYU PGRI


http://www.acehbaratkab.go.id/

Tiap tanggal, 25 Nopember merupakan hari bersejarah yang menyimpan banyak makna terhadap perjalanan hidup seorang guru, yang terwadahi dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Menjadi guru, memiliki cerita tersendiri dalam melakoni profesinya, sebagai ujung tombak mutu pendidikan nasional dari tahun ketahun tanpa merasa lelah. Pada zaman perjuangan bangsa Indonesia melawan kekuasaan bangsa asing, guru tampil sebagai pejuang dalam mendewasakan anak melalui pembelajaran yang berlangsung di sekolah-sekolah. Hingga akhirnya negeri ini merdeka dan berkembang sebagaimana kita rasakan sekarang ini.
Akan tetapi apabila kita melihat lebih dekat lagi keadaan guru dewasa kini ditengah hiruk pikuknya kemajuan zaman dan perkembangan bangsa ini masih banyak terlihat ketidakberpihakan nasib yang didapat guru dibandingkan dengan komponen bangsa lainnya. Sungguh ironis manakala kita meresapi brbagai julukan yang disandang guru. Seperti, guru dijuluki sebagai orang yang digugu dan ditiru, guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa, guru merupakan suluh ditengah kegelapan malam dan guru merupakan teladan hidup yang patut panutan.
Dari waktu kewaktu dalam perjalanan hidup bangsa diskusi tentang guru dan profesinya seringkali dibicarakan. mulai dari tugas guru sebagai pendidik di sekolah hingga persoalan nasib dan masa depan guru menghadapi hari tua. Serta masalah sertifikasi guru yang dibicarakan akhir ?akhir ini..
Menyoal profesi guru pada saat ini masih banyak dibicarakan orang atau masih saja dipertanyakan orang baik dikalangan pakar pendidikan dalam wadah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) maupun diluar pakar pendidikan. Bahkan selama era reformasi dinegeri ini hampir setiap hari media massa baik media cetak maupun media elektronik membicarakan tentang guru. Ironisnya, beritanya cenderung melemahkan posisi guru baik yang sifatnya menyangkut kepentingan umum sampai kepada hal-hal yang sifatnya pribadi. Sedangkan dari pihak guru sendiri kadangkala nyaris tak mampu membela diri. Sebagai contoh maraknya aksi demo guru di Jakarta akhir-akhir ini yang menuntut hak-hak guru dan juga hak-hak anak didik serta memperjuangkan realisasi dana pendidikan sebesar 20% sebagaimana amanat undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 masih diinterpretasikan miring. yang kemudian menjadi kendala bagi guru dalam memberikan pengajaraan disekolah-sekolah.
Masyarakat ataupun orang tua murid kadang-kadang turut mencemoohkan dan menuding kurang kompeten dan tidak berkualitas bilamana anaknya tidak berhasil disekolah dan tindakan keliru yang dilakukan anak. Selanjutnya dari kalangan dunia usaha juga unjuk bicara mengatakan bahwa guru tidak berhasil meluluskan anak didiknya yang berkualitas, yang dapat memenuhi tuntutan dunia kerja.
Namun demikian sikap atau prilaku masyarakat ataupun orang tua murid sebagaimana tersebut di atas memang bukan tanpa alasan. Karena memang ada sebahgian kecil oknum guru yang masih melanggar atau menyimpang kode etik guru, bahkan dapat juga disebabkan profesi guru hanya dijadikan sebagai lapangan pekerjaan empuk yang dimasuki oleh orang?orang yang sebenarnya tidak memiliki bakat sebagai seorang guru.
Seseorang yang terlahir menjadi seorang guru akan selamanya dapat menjalankan tugas mendidik, mengajar dan melatih serta dapat menjaga kode etiknya sehingga sampai kapanpun posisi atau perannya tidak akan bisa digantikan sekalipun dengan mesin yang canggih.
Menurut Dr. Nana Sudjana, (1988) rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor; Pertama, adanya pandangan sebahgian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan berpengetahuan. Kedua, Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru. Ketiga, Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot.
Selain itu juga dikarenakan oleh menjamurnya LPTK yang melaksanakan perkuliahan kurang memperhatikan efektifitas kuliah dan kualitas lulusan yang rendah sehingga menghasilkan sarjana pendidikan yang bersifat instan atau tidak siap pakai.
Berangkat dari momentum peringatan tahun ini, para guru kelihatannya sudah mulai lupa akan jasa dan perannya sebagai salah-satu komponen pembangunan bangsa Indonesia. Hal ini, terlihat dari sepinya apresiasi hari guru yang ditangapi dengan dingin. Kendati demikian, ternyata yang namanya guru masih tetap dan selalu melaksanakan tugasnya di sekolah-sekolah untuk mengajar. Sudah saatnya guru berbenah guna mengoreksi diri dan meningkatkan kompetensi profesinolismenya. Agar mendapat apresiasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara adalah melalui sikap peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan khususnya dalam dunia pendidikan. guru harus trampil sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, inovator, dan dinamisator pembangunan bangsa. Dengan demikian hemat penulis, wibawa guru akan terangkat derajatnya sehingga anak bangsa ini setelah lulus pendidikan SMA/MA untuk melanjutkan studinya ke pendidikan guru. Dirgahayu guruku, guru Indonesia semoga benar-benar menjadi pahlawan bangsa yang menyandang tanda jasa bukan guru tanpa tanda jasa.

Advertiser