Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) ini dapat dikategorikan pembelajaran terpadu. Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi: 1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model nested (terangkai); 2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared (perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model integreted (terpadu); 3) model dalam lintas siswa. Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak; 2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan anak; 3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat bertahan lebih lama; 4) pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir anak; 5) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak; 6) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna; 7) menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain; 8) membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar (Saifulloh, 2003). Pembelajaran secara berkelompok merupakan proses yang kaya akan interaksi Face to-Face, Eye to Eye atau Knee to Knee, pertukaran informasi, umpan balik, kepercayaan, saling menerima pendapat, penghargaan kelompok, mengerjakan tugas kelompok baik dirumah maupun di kelas secara spesifik (Steven dan Slavin, dalam Anggela,1999).
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan. Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together), (Depdiknas, 2002).
Model pembelajaran CIRC atau pemebelajaran terpadu menurut pertama kali dikembangkan oleh (Steven and Slavin, 1981), dengan langkah-langkah;
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru memberikan penguatan
6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan
7. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan. Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together), (Depdiknas, 2002).
Model pembelajaran CIRC atau pemebelajaran terpadu menurut pertama kali dikembangkan oleh (Steven and Slavin, 1981), dengan langkah-langkah;
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru memberikan penguatan
6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan
7. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.